Selasa, 13 November 2012

Di Balik Kelezatan Big Mac


Big Mac Index - Economics for Dummies


Big Mac, salah satu makanan asing yang tidak asing lagi terdengar karena kelezatannya. Akan tetapi jangan salah, big mac ini bukanlah sebuah makanan biasa. Makanan ini dapat mengindikasikan perekonomian sebuah perusahaan. Salah satu produk burger yang disajikan oleh restoran siap saji McDonalds ini, yang dijual di hampir seluruh negara di dunia dimana McD berada. McD mempunyai 32.000 restauran yang tersebar di lebih dari 120 negara yang ada di dunia, dan 80% dari jumlah restaurant tersebut menjual big mac burger. Selain itu, big mac burger terbuat dari bahan baku yang realtif sama, hanya saja berbeda bentuk dan sedikit bahan yang berbeda yang telah disesuaikan dengan budaya atau selera dari pasar di Negara restauran McD tersebut berada. Dengan begitu harga produk big mac burger tersebut akan tersaji dalam banyak mata uang lokal. Hal-hal tersebutlah yang menjadi alasan mengapa big mac burger menjadi standard perekonomian  suatu Negara dimana restoran McD tersebut menyajikan produk-produknya. Tak pernah terbayang sebelumnya bukan?
Standar Ekonomi yang diidentifikasi dari sebuah burger tersebut akhirnya dikenal dengan nama Big Mac Index atau dikenal juga burgernomics yang diperkenalkan oleh The Economist pada tahun 1986 untuk memulai fitur tahunan membandingkan harga dari sandwich Big Mac tersebut.  Dengan tersajinya daftar harga big mac di berbagai negara tersebut, sebagai latihan lidah-di-pipi menjelaskan valuasi mata uang relatif. Sebuah indeks yang sama diterbitkan secara berkala oleh perusahaan keuangan UBS. Big Mac Indeks ini adalah analisis yang menganut pada prinsip ekonomi Purchasing Power Parity agar lebih mudah untuk diidentifikasikan.
“Hukum satu harga” adalah prinsip dasar dari teori PPP, yang menyatakan bahwa harga sebuah komoditas tertentu harus sama di semua Negara apabila sudah dikonfersikan sesuai dengan nilai tukar dari masing-masing mata uang. Apabila hal tersebut tidak berjalan maka akan muncul arbitrase. Misalkan, sebuah komoditas biji wijen itu dijual lebih murah di Indonesia dibandingkan dengan negara lain, seorang pedagang cerdik akan membeli  biji wijen di Indonesia dan akan menjualnya di negara lain yang harga jualnya lebih tinggi. Hal tersebut akan mendorong penjualan biji wijen yang lebih tinggi di negara Indonesia karena harganya lebih rendah dan penjualan lebih rendah di negara yang harganya tinggi sampai tidak ada peluang untuk mendapatkan keuntungan. Pada dasarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya harga tersebut seperti biaya transportasi, pajak dan tarif yang berbeda-beda pada setiap negara. Proses tersebut akan mendorong harga di berbagai negara menjadi berbeda harganya ketika dinyatakan dalam mata uang yang sama untuk disetarakan.
Konsep yang ada pada PPP adalah memperluas hukum satu harga untuk menutupi kelompok komoditas yang dapat diperdagangkan. Jika hukum satu harga berlaku maka untuk masing-masing komponen keranjang pasar barang, PPP menunjukkan bahwa harga barang “bundel  harus sama dari satu negara dengan negara lainnya. Di Indonesia “bundle” ini kemungkinan terkenal disebut dengan 9 bahan pokok yang kemungkin akan bervariasi di seluruh dunia tergantung pada budayanya. Terkadang, kesenjangan harga dari barang “budle” tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu termasuk biaya transportasi, hambatan perdagangan, pajak dan bahkan perbedaan selera. Pada kasus burger big mac yang ada pada kasus diatas tersebut juga terdapat penyimpangan terhadap PPP. Sandwich burget tersebut disiapkan dan dilayani oleh pekerja lokal, di restoran yang juga dibangun dan dipelihara oleh tenaga kerja dalam negeri dimana restaurant tersebut berada. Oleh karena itu tingkat upah lokal merupakan salah satu faktor dalam biaya total dalam pelayanan produk burger big mac. Selain itu, tingkat pendapatan daerah juga pasti akan mempengaruhi permintaan untuk produk McD.
Ilustrasi tersebut diatas sesuai juga dengan teori yang dihasilkan oleh Balassa-Samuelson, yang menjelaskan bahwa penyimbangan PPP berhubungan dengan perbedaan produktifitas dari masing-masing negara. Ada beberapa asumsi dalam teori ini, yaitu:
-          Suatu perekonomian memproduksi dua jenis barang yakni traded dan non-traded.
-          Sektor non-traded lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan traded.
-          Harga barang traded dan suku bunga ditentukan di pasar international.
-          Jumlah capital stock tidak berubah untuk satu periode ke depan dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang mobile antar sektor di satu negara tetapi tidak secara international.
Dengan adanya teori dan asumsi yang dihasilkan oleh Balassa, maka muncul teori baru yang dikembangkan oleh Cobb-Douglas. Dalam teori tersebut dijelaskan bakwa jika sector trade lebih produktif dari non trade maka harga relative sector non-trade akan naik yang kemudian meningkatkan harga (secara keseluruhan). Karena harga traded ditentukan oleh pasar international maka peningkatan produktifitas sektor traded tidak mempengaruhi peningkatan harga traded. Akan tetapi peningkatan produktifitas akan mendorong kenaikan upah di sektor traded tanpa membahayakan kekompetitifan sektor traded. Keseimbangan tingkat upah akan sama baik di sektor traded dan non-traded sehingga peningkatan upah di sektor traded akan meningkatkan upah di sektor non-traded. Meskipun tidak ada peningkatan produktifitas di sektor traded akan tetapi harga non-traded akan tetap naik. Sehingga peningkatan produktifitas di sektor traded akan meningkatkan harga non-traded yang kemudian meningkatkan inflasi total. Dalam perekonomian dua negara, perbedaan produktifitas di sektor traded akan mendorong kenaikan harga. Perbedaan harga tersebut ditentukan oleh perbedaan harga barang non-traded diasumsikan PPP berlaku bagi barang traded.   
PPP dapat juga sebagai property jangka panjang untuk menentukan harga international, apabila terjadinya perbedaan harga antara Negara-negara yang sama akan cenderung menghilang dari waktu ke waktu. Hal tersebut juga dikemukakan oleh seorang peneliti dari Universitas Georgetown, Robert Cumby. Yang menemukan bahwa penyimpangan dari harga Big Mac dari PPP bersifat sementara, dengan penyesuaian berlangsung melalui kedua perubahan nilai tukar dan harga mata uang lokal.
Bagi negara-negara di mana harga setara dolar lebih rendah dari harga US, dolar memiliki daya beli relatif tinggi, yang berarti bahwa mata uang lokal undervalued relatif terhadap dolar. Negara-negara dengan harga dolar lebih tinggi setara Big Mac memiliki mata uang yang overvalued.
Dari kasus burger big mac dan kajian teori diatas maka didapat sedikit ulasan untuk pemahaman PPP dengan penggunaan burger sebagai patokannya. Dibawah ini adalah daftar harga dari burger big mac pada restaurant McD di beberapa negara.
Big Mac Prices Around the World (Burgernomics)
Country
Big Mac
Price (Local
Currency)
Exchange
Rate (Local
Currency/Dollar)
Big Mac
Price
(Dollars)
Net Hourly
Wage
(Dollars)
Minutes of
Work to Buy
a Big Mac
Argentina
4.1
2.88
1.42
1.7
50
Australia
3
1.61
1.86
7.8
14
Brazil
4.55
3.07
1.48
2.05
43
Britain
1.99
0.63
3.14
12.3
15
Canada
3.2
1.45
2.21
9.35
14
Chile
1,400.00
716
1.96
2.8
42
China
9.9
8.28
1.2
2.4
30
Czech. Rep.
56.57
28.9
1.96
2.4
49
Denmark
27.75
6.78
4.09
14.4
17
Hong Kong
11.5
7.8
1.47
7
13
Hungary
490
224
2.19
3
44
Indonesia
16,100.00
8,740.00
1.84
1.5
74
Japan
262
120
2.18
13.6
10
Malaysia
5.04
3.8
1.33
3.1
26
Mexico
23
10.53
2.18
2
65
New Zealand
3.95
1.78
2.22
6.8
20
Peru
7.9
3.46
2.28
2.2
62
Philippines
65
52.5
1.24
1.2
112
Poland
6.3
3.89
1.62
2.2
44
Russia
41
31.1
1.32
2.6
30
Singapore
3.3
1.78
1.85
5.4
21
South Africa
13.95
7.56
1.85
3.9
28
South Korea
3,300.00
1,220.00
2.7
5.9
27
Sweden
30
8.34
3.6
10.9
20
Switzerland
6.3
1.37
4.6
17.8
16
Taiwan
70
34.8
2.01
6.9
17
Thailand
59
42.7
1.38
1.7
49
Turkey
3,750,000.00
1,600,500.00
2.34
3.2
44
United States
2.71
2.71
14.3
11
Venezuela
3,700.00
1,598.00
2.32
2.1
66
Euro area
2.71
0.91
2.98
9.59
19
SOURCES: The Economist, April 26, 2003; and authors' calculations
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa harga Big Mac di berbagai negara pada bulan April 2003. Pada kolom pertama menyajikan daftar harga dalam mata uang lokal. Serta kolom kedua adalah nilai tukar mata uang local terhadap US dollars yang sebagai harga patokan. Dengan  membagi harga lokal dengan nilai tukar pada kolom kedua menghasilkan harga dalam US dollar, yang ditampilkan dalam kolom ketiga. Pada kolom ketiga tersebut dapat langsung dibandingkan harga dolar dari masing-masing negara yang menunjukkan disparitas yang luas, di Cina, Malaysia, Filipina, Rusia dan Thailand dinilai lebih murah harga big mac, sedangkan di Denmark, Swedia dan Swiss dinilai harga big mac terlalu tinggi. Dari perbedaan harga tersebut melanggar prinsip PPP, yang menunjukkan bahwa harga big mac harus selalu sama dimana-mana setelah dinilai pada mata uang yang sama.
Tabel tersebut juga memperlihatkan keterkaitannya harga Big Mac dengan upah tenaga kerja. Pada kolom keempat tabel tersebut menunjukkan upah bersih rata-rata. Dapat diterangkan bahwa apabila harga big mac pada suatu negara tersebut rendah, maka rata-rata upah pada negara tersebut juga rendah. Sedangkan apabila harga big mac tersebut tinggi pada suatu negara, maka tinggi pula rata-rata upahnya. Hubungan ini juga terungkap dalam kolom akhir tabel, yang menggunakan data upah untuk menghitung jumlah menit kerja yang dibutuhkan untuk membeli Big Mac. Bahkan, di negara-negara dengan harga yang relatif tinggi, waktu kerja yang dibutuhkan untuk membeli Big Mac ternyata relatif rendah. Sebagian besar perbedaan antara harga Big Mac di negara yang berbeda dijelaskan oleh perbedaan upah dan pendapatan.
Untuk menentukan sebuah mata uang tersebut dinilai undervalued ataukah overvalued maka akan dicontohkan pada perhitungan dibawah ini:
-          Harga big mac di US adalah $2.71
-          Harga big mac di Indonesia adalah Rp.16.100
-          Berarti apabila dibandingkan adalah Rp.16.100/$2.71 = Rp. 5940/$
-          Presentasenya adalah {(Rp.5940/$ - Rp.8740/$)/ Rp.8740/$)} = -32 %
Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut indeks big mac, harga rupiah tersebut terlalu rendah sebesar 32% terhadap US dollars. Nilai tukar rupiah terhadap USD menurut indeks ini seharusnya Rp.5940 sedangkan pada kenyataannya nilai kursnya adalah Rp.8740. Maka penggunaan indeks big mac ini pada posisi undervalued karena menilai lebih rendah dibandingkan kurs riilnya.
            Penggunaan indeks big mac ini pada awalnya digunakan untuk memudahkan kita untuk belajar tentang dasar-dasar dari Purchasing Power Parity. Pada perkembangannya indeks big mac ini dapat menjadikan pedoman untuk penilaian mata uang international.

Referensi:
-          http://www.stlouisfed.org/publications/re/articles/?id=400
-          http://mono-zine.com/Mono.%20issue%209.html “FUN-CONOMICS: The ‘Big Mac’ Index